suci kurniawati

man jadda wajada, man shabara zhafira

April 29, 2011

Filed under: Tausiyah — suci kurniawati @ 4:29 am

“Pemimpin adalah unsur penting dakwah, tidak ada dakwah tanpa kepemimpinan. kadar kepercayaan yang timbal balik antara pemimpin dan pasukan menjadi neraca yang menentukan sejauh mana kekuatan sistem jamaah, ketahanan khithahnya, keberhasilan mewujudkan tujuan & ketegarannya menghadapi berbagai tantangan”

( Hasan Al-Banna)

 

Maret 24, 2011

Filed under: Tausiyah — suci kurniawati @ 12:59 pm

“jk sndri jgnlh mrs sendiri, ada Alloh yg sdg mengawasi. jk sdh jgnlah dpendam dihati,ad Alloh tempt berbagi. jk susah jgn mnjd pilu,ad Alloh tempt mengadu. jk gagal jgn pts asa,ad Alloh tempt meminta. jk bahagia jgn mnjd lupa,ad Alloh tempat memuja.
ingat Alloh selalu, nscy Alloh mnjgmu…

 

Filed under: Tausiyah — suci kurniawati @ 12:58 pm

*Ada saat kbahagiaan mmnuhi hdup kt,kt tersenyum &bersyukur.. ad saat ksedihan mnyapa kt, kt mnahan hati,menangis & bersabar… ad saat ujian datang bertubi tubi dan kt mrasa lelah… ada saatnya kmnangan slalu brsama kt& kt mrasa berarti… semua ada saatnya ^^
Apapun yg terjadi,jgn pnh berhnti menaiki tangga menuju ridho Ilahi & Jan…nahNYA..

Keep Spirit..hamasah… semangat karena Allah!! ^_^
innallaha ma ana

 

DASAWARSA LDK NADWAH UNSRI

Filed under: organisasi — suci kurniawati @ 12:14 pm
Bismillah….
Dalam rangka MIlad Nadwah Unsri ke-10 (1 DASAWARSA NADWAH),
menu spesial buat sahabat semua:
Edcoustic akan hadir dalam konser nasyid “Muhasabah Cinta”
Minggu, 27 Maret 2011
……jam 13.00 WIB
di Aula Pasca Sarjana Unsri..
Tiket: VVIP: Rp.35.000,00 ( duduk depan + ikut temu sahabat edcoustic)
VIP : Rp. 25.000,00
umum: Rp. 20.000,00
Tempat terbatas,,,,,
information center : 081368049398 atau 085758803433
 

Kegombalan di Kalangan Aktivis Dakwah ( Sebuah Kaca Diri )

Filed under: cerita hikmah — suci kurniawati @ 12:10 pm

Hal yang sangat menarik salah satunya adalah menyimak romantika di dunia aktivis dakwah. Di antara sebegitu banyak yang memiliki komitmen perjuangan, ada juga beberapa yang suatu saat kadang tergelincir pada jebakan interaksi ikhwan-akhwat. Karena memiliki amanah yang sama, sesama pengurus harian lembaga, atau berada dalam satu bidang, bisa juga dalam satu kepanitiaan, membuat interaksi kerja menjadi lebih intens.

Intensitas hubungan kerja itu suatu saat dapat menumbuhkan benih-benih simpati atau bahkan cinta di antara ikhwan dan akhwat. Hal ini bisa jadi fenomena yang wajar, karena cinta kepada lawan jenis itu fitrah manusia, katanya. Tapi meski fitrah, tetap aja ada resikonya, terutama pada keikhlasan beramal, sehingga bila ada bibit riya’ dan ujub bisa menghanguskan pahala yang seharusnya didapat. Namun jika ternyata tidak dapat mencegah adanya perasaan seperti itu, ya harus berusaha menjaga keikhlasan, dan tetap simpati (simpan dalam hati). Apabila perasaan itu telah mewujud pada realisasi amal, baik lisan maupun perbuatan, maka tak ayal akan terjadi juga gombalisasi di sini.

(more…)

 

Filed under: Tausiyah — suci kurniawati @ 12:07 pm
Selagi Allahbersama kita dan Rasul menyertai setiap langkah kita, tak perlu ada yang di takutkan dalam kesendirian, karna saat sendiri itulah menentukan kita kuat atau lemah.
jiwa yang rapuh tidak akan mampu bertahan…
keberhasilan tidak selalu bagi org2 yg cerdas, namun banyak bagi orang2 yg berusaha dalam berjuang menjalani sebuah pr…oses dalam hidup ini.
 

INFORMASI PENERBANGAN GRATIS AL-JENAZAH AIRLINES LAYANAN PENUH 24 JAM Maret 22, 2011

Filed under: cerita hikmah — suci kurniawati @ 4:21 pm

SEMOGA ARTIKEL INI DAPAT BERMANFAAT UNTUK KITA.

Diforward dari Ust. Bambang Subagiyo
(semoga beliau semakin dimulyakan oleh Allah SWT)

INFORMASI PENERBANGAN GRATIS
AL-JENAZAH AIRLINES LAYANAN PENUH 24 JAM

Bila kita akan “berangkat” dari alam ini ia
ibarat penerbangan ke sebuah negara. Dimana informasi
tentangnya tidak terdapat dalam brosur penerbangan, tetapi melalui
“Al-Qur’an dan Al-Hadist”.

Di mana penerbangan bukannya dengan Garuda Airlines,
Singapore Airlines, atau US Airlines, tetapi
“AL-JENAZAH AIRLINES”.

Di mana bekal kita bukan lagi tas seberat 23 Kg, tetapi
“amalan yang tak lebih dan tak kurang”.

Di mana bajunya bukan lagi Pierre Cardin,
atau setaraf dengannya, akan tetapi “kain kafan putih”.

Di mana pewanginya bukan Channel atau Polo,
tetapi “air biasa yang suci”. Di mana passport kita bukan Indonesia ,
British atau American, tetapi “Al-Islam”. Di mana visa kita
bukan lagi sekedar 6 bulan, tetapi “Laailaahaillallah”.

Di mana pelayannya bukan pramugari jelita,
tetapi “Izrail dan lain-lain”. Di mana servisnya bukan lagi
kelas business atau ekonomi, tetapi
“sekedar kain yang diwangikan”.

Di mana tujuan mendarat bukannya Bandara Cengkareng,
Heathrow Airport atau Jeddah International, tetapi
“tanah pekuburan”.

Di mana ruang menunggunya bukan lagi ruangan ber AC dan permadani, tetapi “ruang 2×1 meter, gelap gulita”.

Di mana pegawai imigrasi adalah “Munkar dan Nakir”, mereka hanya memeriksa “apakah kita layak ke tujuan yang diidamkan”.

Di mana tidak perlu satpam dan alat detector. Di mana lapangan terbang transitnya adalah “Al Barzakh”, di mana tujuan terakhir
“apakah Syurga yang mengalir sungai di bawahnya”
atau “Neraka Jahannam”.

Penerbangan ini tidak akan dibajak atau dibom,
karena itu tak perlu bimbang. Sajian tidak akan disediakan, oleh
karena itu tidak perlu merisaukan masalah alergi atau
halal haram makanan.

Jangan risaukan cancel/pembatalan, penerbangan ini
senantiasa tepat waktunya, ia berangkat dan tiba tepat pada masanya.
Jangan pikirkan tentang hiburan dalam penerbangan, anda telah
hilang selera bersuka ria. Jangan bimbang tentang pembelian tiket,
biayanya telah siap di booking sejak anda
ditiupkan ruh di dalam rahim ibu.

YA! BERITA BAIK!!

Jangan bimbangkan siapa yang duduk di sebelah anda.
Anda adalah satu-satunya penumpang penerbangan ini. Oleh karena itu bergembiralah selagi bisa! Dan sekiranya anda bisa!

Hanya ingat! Penerbangan ini datang tanpa “Pemberitahuan” .
Cuma perlu ingat!! Nama anda telah tertulis dalam tiket untuk Penerbangan.
Saat penerbangan anda berangkat…tanpa doa “Bismillahi Tawakkaltu ‘Alallah”, atau ungkapan selamat jalan. Tetapi ” Inalillahi Wa Inna ilaihi Rajiuun….”
Anda berangkat pulang ke Rahmatullah. MATI.

ADAKAH KITA TELAH SIAP UNTUK BERANGKAT?

“Orang yang cerdas adalah orang yang mengingat kematian. Karena dengan kecerdasannya dia akan mempersiapkan segala perbekalan untuk menghadapinya”.

ASTAGHFIRULLAH 3X, semoga ALLAH SWT mengampuni kita semua beserta keluarga… Amiin

WALLAHU A’LAM

“Ya Alloh, Yang Maha Mematikan, perbaikilah agamaku yang merupakan penjaga urusanku, perbaikilah duniaku yang merupakan tempat hidupku, perbaikilah akhiratku yang merupakan tempat kembaliku. Dan jadikanlah kehidupanku sebagai penambah kebaikan bagiku serta jadikan “KEMATIANKU” sebagai istirahatku dari segala keburukan

amiin ……

 

Ketika Hati Pernah terbagi….(copas dari suatu blog..)

Filed under: cerita hikmah — suci kurniawati @ 4:09 pm

NB: Catatan ini  di share untuk saling mengingatkan saja, terlebih bagi diri saya pribadi..karena hidup adalah pembelajaran, salah satu nya belajar tuk menjd yg terbaik di mata-NYA..Monggo di baca..mg bermanfaat..

 

 

“Papan Kayu, Paku, dan Lubang”(Ketika Hati pernah Terbelah)

Jika hati itu ibarat papan kayu, maka pasangan hidup adalah pakunya. Sedang lubang yang tertinggal di papan tatkala paku dicabut adalah kenangan. Meski paku tak lagi bersarang, namun tubuh papan telah berubah. Tubuhnya kini tak lagi mulus lantaran lubang-lubang yang bersemayam. Banyaknya lubang tentu saja tergantung dari banyaknya paku yang sempat tertanam. Dan besar kecilnya lubang tergantung pula dari bagaimana paku mengoyak papan kayu.

Harus diakui, siapa pun orang di sekitar kita pasti memiliki tempat tersendiri di hati. Berdasarkan perbedaan porsi, muncullah klasifikasi status sosial-pribadi: kenalan, teman, sahabat, saudara, keluarga, atau bahkan kekasih. Klasifikasi tersebut memiliki satu pondasi: cinta.

Kualitas cinta akan semakin sempurna apabila memiliki porsi yang total. Sepenuh hati. Suci. Cinta seperti ini tentu saja didasarkan bukan semata-mata cinta karena makhluk, melainkan cinta karena Allah SWT.[1] Cinta seperti inilah yang patut kita realisasikan dalam kehidupan, termasuk pernikahan.

 

 

Jangan Hanya ‘Sisa’Bukankah rumah yang kokoh itu tidak dibangun dari kayu yang rapuh? Pun begitu dengan pernikahan. Dibutuhkan hati yang utuh untuk menciptakan pernikahan yang kokoh.

Tapi justru dewasa ini, kita disuguhkan dengan fenomena permainan hati (pacaran) yang kian semarak. Di mana sebelum menikah, hati dibuka lebar-lebar layaknya hotel untuk disinggahi banyak orang secara ‘temporer’, namun memberi bekas secara ‘permanen’. Bagaimana tidak, pernikahan dengan kondisi hati seperti ini akan melahirkan banyak perbandingan lantaran kenangan-kenangan dengan ‘si dia’, ‘si dia’, atau ‘si mereka’ yang terus saja membayang di setiap jengkal kehidupan. Manakala suami/istri kita menyuapi bubur misalnya, terlintas begitu saja bayangan ‘si dia’ yang dulu juga pernah menyuapi kita bubur. Ketika melintas di kerumunan, lalu mencium bau parfum yang khas, ingat ‘si dia’ yang juga memiliki harum yang sama. Lalu kemudian mulai membandingkan, kenapa suami/istri kita tidak wangi seperti ‘si dia’.

Sejenak mungkin tubuh kita hadir bersama suami/istri, namun pikiran melayang membayangkan kisah-kisah indah bersama ‘si dia’. Hal itu disebabkan oleh pemberian hati yang tidak utuh lantaran telah banyak lubang yang dihasilkan tusukkan-tusukkan cinta yang ‘semu’ dari masa lalu. Menyedihkan, bukan?

Bayangkan, ketika kita melihat kertas polos dengan satu nama di tengahnya, mata kita akan menangkap satu sentralisasi konsentrasi yang utuh. Namun tidak demikian apabila terdapat banyak nama dan tulisan di kertas tersebut. Mata kita akan mendapati banyak nama dan konsentrasi kita menjadi tidak fokus. Meski pun nama yang dituju telah diberi tanda khusus, lingkaran misalnya, namun tetap saja kertas itu tidak bersih dan indah. Tulisan-tulisan selain yang dilingkari kerap kali mengganggu.

Hal serupa terjadi pada hati kita. Hati yang belum pernah terjamah permainan cinta akan fokus terhadap satu nama pertama dan terakhir. Di mana nama tersebut tertulis sebagai pendamping hidup kita: ‘fulan bin fulan’ atau ‘fulanah binti fulan’.

Allah SWT memberi jodoh sesuai dengan cerminan diri kita.[2] Maka coba tanyakan pada nurani, apakah kita tega hanya memberi hati yang ‘sisa’ kepada suami/istri kita? Sementara tanyakan pada logika, apakah kita siap hanya mendapat hati yang ‘sisa’ dari suami/istri kita?

 

Rumah yang KokohSungguh indah segala keteraturan. Layaknya lalu lintas, indahnya keselamatan akan tercipta apabila para pengguna jalan mematuhi rambu-rambu yang ada secara teratur. Untuk membentuk rumah tangga yang indah pun perlu adanya sebuah keteraturan dalam membangunnya: keteraturan menjaga hati dan kesucian diri.

Sebelum berumah tangga, seorang Muslim haruslah menjaga kesuciannya.[3] Menjaga diri dari masuknya cinta selain untuk Allah SWT. Maka dari itu tidaklah dibenarkan untuk mengikuti langkah-langkah syetan dengan mengumbar cinta atau berpacaran sebelum menikah.[4] Dengan begitu hati akan tetap terjaga kesuciannya dari lubang-lubang cinta yang tidak semestinya.

Tatkala menikah, hati yang utuh dan suci akan merasa bahagia dengan cinta pertama dan terakhir. Cinta yang diberikan kepada suami/istri dalam balutan ridho Illahi. Cinta yang utuh, lantaran hati tak pernah terjamah cinta yang lain. Cinta yang suci, lantaran hati tak pernah terkotori cinta yang salah. Cinta seperti inilah dapat saling melindungi dan memberikan nuansa kemurnian cinta yang sesungguhnya dalam rumah tangga.[5]

Serupa rumah yang kokoh, akan memberi perlindungan apabila komponen dasarnya juga utuh dan kokoh.

Kini tengoklah ke dalam hati, sudah sejauh mana hati terbagi?

 

Foot Note:[1] Paling kuat tali hubungan keimanan ialah cinta karena Allah dan benci karena Allah (HR. Ath-Thabrani).[2] QS. An-Nuur (24): 26[3] Wahai segenap pemuda, barangsiapa yang mampu memikul beban keluarga hendaklah kawin. Sesungguhnya perkawinan itu lebih dapat meredam gejolak mata dan nafsu seksual, tapi barangsiapa yang belum mampu hendaklah dia berpuasa karena (puasa itu) benteng (penjagaan) baginya. (HR. Bukhari)[4] QS. An-Nuur (24): 21[5] Barangsiapa mengutamakan kecintaan Allah atas kecintaan manusia maka Allah akan melindunginya dari beban gangguan manusia (HR. Ad-Dailami).